Gerimis
di taman menemani kesepianku yang tak berarah. Aku hanya bisa diam terduduk di
bangku taman. Tatapanku kosong. Tubuhku basah kuyup diguyur gerimis. Aku tak
tau entah sudah berapa lama aku duduk menyendiri disini.
***
Aku
melihatnya duduk di bangku taman sedari tadi. Dia tak melakukan apapun, hanya
duduk membisu dengan tatapan sendu dan kosong, yah benar-benar kosong.
Sebenarnya apa yang sedang dipikirkan gadis itu?, tanyaku berulang-ulang dalam
hati.
Ingin
rasanya aku mendekati, bertanya apa yang sedang bergelut dalam hatinya, tapi
kaki ini terasa kaku untuk melangkah. Aku hanya berdiri disini di balik pohon,
dengan tubuh basah kuyup aku terus menatapnya, memperhatikan dirinya tanpa ada
niat untuk beranjak sedikit pun.
***
Gerimis
sudah berganti dengan teriknya Matahari. Aku tetap terdiam. Aku tak dapat
menemukan satu alasan pun yang mampu membuatku bergerak dari tempat ini.
Suara
gaduh dari balik pohon memalingkan pandanganku ke arahnya. Aku melihat seekor
kucing melompat kearah seorang pria yang sedang berdiri di bawah pohon dan mendarat
tepat di atas kepalanya. Si pria sontak terkaget dan berusaha keras untuk
melepaskan dirinya dari si kucing.
Aku
tertawa melihatnya. Untuk hal ini aku punya alasan ‘kenapa’, yah ekspresi kaget
pria itu mampu membuatku terpingkal-pingkal, jika kau melihatnya, kau pasti
juga akan ikut tertawa.
Pria
itu kini beralih kearahku, ia menatap tajam ke mataku. Aku terdiam. Aku balik menatap
matanya. Tajam setajam tatapannya ke arahku. Tak ada rasa takut dalam diriku
tapi yang aku tau rasanya damai ketika menatapnya.
***
Seekor
kucing tiba-tiba saja melompat ke atas kepalaku. Aku sontak terkaget.
Secepatnya aku melepaskan diri dari kucing ini dan untung saja ia belum sempat
mencakar kulitku.
Tawa
seseorang mengalihkan perhatianku, ternyata dia. Da tertawa kepadaku. Aku
menatapnya karena tak percaya pada apa yang kulihat. Aku menatapnya tajam tepat
ke titik hitam bola matanya. Dia kelihatan sangat cantik ketika tertawa,
benar-benar cantik.
Dia
menghentikan tawanya karena tatapanku, ia terdiam dan menatapku balik.
Menatapku jauh lebih dalam dari yang aku lakukan. Aku sadar bola matanya sangat
indah. Sangat indah meskipun tanpa
bantuan softlens untuk memperindah
kedua mata itu.
Kulangkahkan
kakiku kearahnya dan tersenyum padanya, ia membalas senyumku. Tiba-tiba saja aku
teringat kalau di dalam tasku ada 2 buah es krim. Sebenarnya aku membeli es
krim itu untuk kedua adik kembarku. Es krimnya belum mencair karena aku
menyimpannya dalam kantung khusus es.
Aku
menyodorkan satu padanya. “Mau?” tanyaku.
Ia
menerima es ku, “trimakasih” katanya padaku.
“boleh aku duduk disitu?” tanyaku lagi sambil menunjuk bangku yang didudukinya.
“tentu” .
“boleh aku duduk disitu?” tanyaku lagi sambil menunjuk bangku yang didudukinya.
“tentu” .
Kami
bercerita banyak hal setelahnya.
***
“aku
tak pernah menyangka kita akan bertemu dengan cara seperti itu, sayang”,
katanya padaku.
“yah, aku juga dan aku bersyukur saat itu aku tak beranjak pergi dari pohon itu, meskipun aku menjadi korban kucing aneh dari antah berantah.” Kami tertawa mengingatnya.
“kau sangat cantik. Secantik pertama kali aku melihatmu. Terimakasih karna kau telah hadir di hidupku, mau menjadi istriku dan menjadi ibu dari anak-anakku. Aku sangat mencintaimu.”
aku memeluknya, mencium keningnya dan mengelus perutnya yang sedang mengandung anak kami.
“aku juga mecintaimu, suamiku” bisiknya di telingaku.
“yah, aku juga dan aku bersyukur saat itu aku tak beranjak pergi dari pohon itu, meskipun aku menjadi korban kucing aneh dari antah berantah.” Kami tertawa mengingatnya.
“kau sangat cantik. Secantik pertama kali aku melihatmu. Terimakasih karna kau telah hadir di hidupku, mau menjadi istriku dan menjadi ibu dari anak-anakku. Aku sangat mencintaimu.”
aku memeluknya, mencium keningnya dan mengelus perutnya yang sedang mengandung anak kami.
“aku juga mecintaimu, suamiku” bisiknya di telingaku.